Selasa, 20 Maret 2018

Ekosistem Pesisir Pantai


Ekosistem Terumbu Karang
Studi Kasus Teluk Tomini

Salah satu ekosistem laut yang terbentuk dari biota penghasil kapur khususnya jenis-jenis karang batu dan alga berkapur adalah terumbu karang. Ekosistem ini hidup bersama dengan biota lain yang hidup di dasar laut. Terumbu karang merupakan ekosistem yang dinamis dengan kekayaan biodiversitasnya serta produktivitas tinggi sehingga terumbu karang memiliki peran yang sangat penting di lautan. Secara ekologis, terumbu karang sebuah tempat organisme hewan ataupun tumbuhan yang mencari makan dan tempat berlindung. Tetapi secara fisik dapat didefinisikan bahwa terumbu karang dapat menjadi pelindung pantai serta kehidupan ekosistem perairan dangkal dari abrasi laut (Suryanti, 2011).
Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang memiliki garis pantai dengan panjang 81.000 km serta ekosistem terumbu karang yang kurang lebih seluas 50.000 km2. Hal ini menyebabkan Indonesia memiliki berbagai macam potensi kekayaan sumber daya terutama dari kelautan. Salah satu lokasi yang memiliki kekayaan laut berupa terumbu karang di Indonesia adalah Teluk Tomini. Menurut data Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan bahwa teluk tomini merupakan salah satu teluk terbesar di Indonesia dengan luas kurang lebih 6 juta hektar. Aset sumberdaya pesisir dan laut yang terletak di Teluk Tomini merupakan bagian dari segitiga terumbu karang dunia (Coral Triangle) dan Taman Nasional Laut Kepulauan Togean yang dikenal sebagai The Heart of Coral Triangle.
Teluk Tomini merupakan perairan laut terbesar yang dilewati oleh garis khatulistiwa serta tergolong ke dalam perairan semi tertutup (semi enclosed). Terletak pada koordinat 1º15' lintang utara hingga 1º23' lintang selatan dan 120º15' hingga 125º15' bujur timur. Di bagian tengah pada koordinat 0º8'21'' – 0º45'12'' lintang selatan dan 121º33'21'' - 122º23'36'' bujur timur. Teluk Tomini memiliki luas wilayah sekitar 59.500 km2 yang secara administratif berbatasan langsung dengan tiga provinsi di Pulau Sulawesi yaitu Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan Gorontalo. Kawasan ini mempunyai 14 kabupaten / kota serta 23 muara daerah aliran sungai (DAS). Di tengah Teluk Tomini terdapat 56 rangkaian pulau – pulau yang dikenal dengan Kepulauan Togean yang memiliki panjang hingga 90 km. Terdapat 6 pulau yang tergolong sebagai pulau besar di wilayah ini yaitu terdiri dari Pulau Togean, Una – Una, Batulada, Talatakoh, Waleakodi, dan Waleabahi serta selebihnya merupakan pulau – pulau kecil. Terdapat banyak pulau – pulau kecil yang menjadi kawasan wisata karena keindahannya sehingga banyak dikunjungi oleh para wisatawan baik penduduk lokal maupun internasional.
Kepulauan Togean di Teluk Tomini menyimpan kekayaan hayati bawah laut yang sangat banyak. Tercatat ada 4 tipe terumbu karang yang ada di wilayah perairan ini yaitu Karang Cincin (Atol), Karang Tompoh (Patch Reef), Karang Tepi (Fringing Reef) serta Karang Penghalang (Barrier Reef). Sekitar 262 spesies terumbu karang dari 19 famili tersebar di perairan ini yang menjadi spesies endemik Kepulauan Togean seperti Chromis spp, Abudefduf spp, Neoglyphidodon spp, Plectroglyphidodon spp, Pomacentrus spp dan Stegastes spp. Berikut kondisi terumbu karang yang ada di Teluk Tomini.
Gambar 1 Terumbu Karang Teluk Tomini
Sumber : http://www.gocelebes.com/
Terumbu karang yang berada di Teluk Tomini dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan laut yaitu suhu permukaan laut. Pada umumnya suhu permukaan di Teluk Tomini berkisar antara 27,5º–31,5ºC. Berdasarkan hal tersebut dapat diartikan bahwa suhu permukaan laut yang ada di Teluk Tomini termasuk kategori yang stabil karena umumnya suhu normal untuk pertumbuhan biota laut berada pada 28º–38ºC. Selain itu adanya faktor lingkungan dari aspek kejernihan air juga dapat mempengaruhi pertumbuhan terumbu karang. Adanya aktivitas rumah tangga seperti hotel, restoran dan permukiman dapat menyebabkan terjadi pencemaran laut. Kegiatan tersebut menghasilkan limbah domestik berupa detergen, sampah, plastik dan lainnya yang dapat mempengaruhi kondisi terumbu karang di Teluk Tomini. Penumpukan limbah dapat membuat kondisi perairan Teluk Tomini menjadi tidak jernih dan akan berdampak secara langsung bagi ekosistem terumbu karang yang ada. Hal ini dikarenakan terumbu karang memerlukan air laut yang bersih dari kotoran untuk hidup dan membersihkan diri. Jika perairan kotor maka akan menghalangi cahaya bagi hewan kecil yang berpengaruh dalam pembentukkan terumbu karang. Oleh karena itu kejernihan air laut memiliki pengaruh yang besar dalam tumbuhnya ekosisitem terumbu karang. Terdapat pula faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap terumbu karang yaitu salinitas. Tingkat salinitas di Teluk Tomini berkisar antara 33,5–35,3 psu (practical salinity unit). Kawasan ini memiliki salinitas minimum berkisar antara 33,6–33,8 psu yang mendominasi perairan sekitar ujung teluk sebelah barat serta salinitas maksimum sekitar 34,15–34,5 psu yang dapat ditemukan di perairan sebelah utara Kabupaten Banggai. Salinitas yang maksimum memberikan penjelasan bahwa adanya indikasi penaikan massa air dalam menuju ke permukaan (upwelling) di lahan yang memiliki nutrien besar serta ditandai dari tingginya kandungan klorofil-a yang berfungsi sebagai indikator kesuburan perairan. Jika air laut tercemar karena adanya konsentrasi bahan kimia yang terlarut dalam air maka dapat menyebabkan kadar salinitas air laut menjadi berubah dan dapat mengakibatkan kematian pada ekosistem terumbu karang.
Aktivitas masyarakat yang ada di sekitar kawasan Teluk Tomini yang bermacam-macam dapat memberikan pengaruh bagi terumbu karang yang ada. Dikutip dari Ekuatorial tahun 2015 bahwa setiap hari para nelayan menggunakan alat tangkap ikan yang merusak lingkungan laut seperti pengeboman. Hal tersebut mampu memproduksi rata – rata 70 kilogram ikan per-trip serta nelayan yang menggunaan pukat dan kompresor sebagai alat bantu dapat menghasilkan rata – rata 200 kilogram per-tripnya. Kondisi seperti ini akan membuat jumlah ekosistem terumbu karang terutama di Teluk Tomini menjadi berkurang dan dapat menyebabkan kelangkaan. Seperti yang diketahui bahwa terumbu karang sebagai tempat tinggal biota laut bagi hewan kecil yang menjadi sumber makanan untuk ikan – ikan besar. Jika ekosistem terumbu karang rusak maka akan mengganggu jaringan makanan di laut sehingga mempengaruhi populasi ikan yang ada. Terganggunya ekosistem terumbu karang tersebut dapat juga membuat para nelayan mengalami penyusutan hasil tangkapan ikan yang mana hal tersebut merupakan sumber penghasilan utama mereka. Selain itu di Teluk Tomini terdapat jenis terumbu karang untuk melindungi pantai yaitu terumbu karang tepi dan penghalang yang berfungsi dalam memecah gelombang laut yang alami. Jika jumlah terumbu karang semakin sedikit maka tidak ada yang melindungi pantai dari erosi, banjir pantai dan perusakan lainnya yang disebabkan oleh fenomena air laut.
Melihat kondisi seperti itu maka perlu adanya upaya–upaya yang nyata dalam menyelamatkan terumbu karang baik dari pemerintah maupun masyarakat sehingga ekosistem terumbu karang dapat terjaga kelestariannya. Adapun upaya yang dilakukan untuk meminimalisirkan dampak tersebut (1) melakukan penegakkan hukum yang tegas bagi siapapun yang merusak bahkan memusnakan ekosistem terumbu karang. Hal tersebut sebagai upaya preventif dalam mengatasi jumlah ekosistem terumbu karang yang semakin berkurang. Salah satunya yaitu dengan memasang papan informasi mengenai peraturan terkait ekosistem pesisir. (2) Program pemberdayaan masyarakat yang peduli ekosistem pesisir terutama terumbu karang dengan melakukan sosialisasi terkait pentingnya menjaga ekosistem pesisir yang berkelanjutan sehingga dapat tidak hanya dapat dimanfaatkan di masa sekarang tetapi juga di waktu mendatang. (3) Pemanfaatan sumberdaya alam yang berwawasan lingkungan dengan memanfaatkan sumberdaya pesisir lokal dalam meningkatkan perekonomian masyarakat tanpa merusak lingkungan sehingga antara kesejahteraan ekonomi dan kondisi lingkungan pesisir dapat tetap terjaga. 4) Melibatkan masyarakat dalam rehabilitasi dan pengelolaan pesisir yang ada di kawasan tersebut sehingga masyarakat memiliki pemikiran bahwa keberadaan mereka sangat penting dalam pelestarian ekosistem terumbu karang. Oleh karena itu diharapkan masyarakat dapat berperan serta dalam mendukung keberlanjutan lingkungan pesisir di Teluk Tomini. Upaya yang dilakukan tersebut tidak akan berjalan secara optimal jika tidak adanya kerjasama antar pihak – pihak yang ada karena mencegah kerusakan terumbu karang lebih baik daripada memperbaiki kerusakannya kerana terumbu karang memerlukan waktu yang sangat lama untuk kembali ke semula.


DAFTAR PUSTAKA
Suryanti, Supriharyono, Willy Indrawan. 2011. Kondisi Terumbu Karang Dengan Indikator Ikan Chaetodontidae di Pulau Sambangan Kepulauan Karimun Jawa, Jepara, Jawa Tengah. Buletin Oseanografi Marina.
Suwarso, Herlisman, Wudianto. 2005. Karateristik Fisik Massa Air Perairan Teluk Tomini. Pusat Perikanan Laut : Jakarta.
Suwarso, B.Sadhotomo, Wudianto. 2007. Perkembangan Perikanan Pelagis Kecil di Teluk Tomini : Suatu Pendekatan ke Arah Managemen yang Bertanggunjawab. Pusat Perikanan Laut : Jakarta.
Amazing Indonesia. (n.d). The Coral Triangle Kepulauan Togean. Diperoleh dari Go Celebes
Direktorat Jendral Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan. (n.d). Data Kawasan Konservasi. Diperoleh dari Konservasi dan Keanekaragaman Hayati
Fattah, Hasdy. (2014). Teluk Tomini Satu Diantara Teluk Terbesar di Indonesia. Diperoleh dari Berita Utama Totabuan.co
Paino, Christopel. (2015). 3000 Orang di Lemito Terancam Kalau Terumbu Karang Teluk Tomini Rusak. Diperoleh dari Ekuatorial ; Environmental News Syndication
Ppesumapapua. (n.d). Mengenal Teluk Tomini. Diperoleh dari Pusat Pengelolaan Ekoregion SumaPapua